Rabu, 15 Juni 2011

KEBIJAKAN PERDAGANGAN KOMODITAS PERTANIAN


KEBIJAKAN PERDAGANGAN  KOMODITAS PERTANIAN
Beberapa Bentuk Kebijakan Ekonomi Internasional
Umumnya negara sedang berkembang lebih memilih kebijakan ekonomi terbuka, yaitu melakukan hubungan ekonomi dengan luar negeri. Kebijakan ini akan membuka akses pasar ekspor bagi produk-produk mereka, sekaligus membuka sumber pengadaan barang modal dan bahan baku industri dari negara-negara lain. Secara teoretis, jika pengelolaan baik dan transparan, kebijakan ekonomi terbuka dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Kebijakan perdagangan internasional terdiri atas kebijakan promosi ekspor, kebijakan substitusi impor, dan kebijakan proteksi industri.
1.      Kebijakan Promosi Ekspor
Selain menghasilkan devisa, kebijakan promosi ekspor dapat melatih dan meningkatkan daya saing atau produktivitas para pelaku ekonomi dornotik. Umumnya, negara sedang berkembang mengekspor hasil-hasil sektor primer (pertanian dan pertambangan) atau hasil-hasil industri yang telah ditinggalkan negara-negara yang lebih dahulu maju. Thailand misalnya, sangat terkenal sebagai negara yang mampu menghasilkan devisa dari ekspor hasil pertanian. Sementara Indonesia, memperoleh devisa yang besar dari ekspor tekstil. Saar ini mereka tidak lagi menambah perhatian pada sektor-sektor tersebut, melainkan berkonsentrasi pada industri yang padat ilmu pengetahuan, misalnya komputer dan peralatan komunikasi canggih atau peralatan militer modern. Hal ini dikarenakan nilai rambah dari penjualan produk-produk tersebut lebih tinggi dari yang dihasilkan industri mobil atau tekstil.
2.      Kebijakan Substitusi Impor
Kebijakan substitusi impor adalah kebijakan untuk memproduksi barang-barang yang diimpor. Tujuan utamanya adalah penghematan devisa. Di Indonesia, pengembangan industri tekstil pada awalnya adalah substitusi impor. Jika tahap substitusi impor terlampaui, biasanya untuk tahap selanjutnya menempuh strategi promosi ekspor.
3.      Kebijakan Proteksi Industri
Kebijakan proteksi industri umumnya bersifat sementara, sebab tujuannya untuk melindungi industri yang baru berkembang, sampai mereka mampu bersaing. Jika industri tersebut sudah berkembang, maka perlindungan dicabut. Perlindungan yang diberikan biasanya adalah pengenaan tarif dan atau pemberian kuota untuk barang-barang produk negara lain yang boleh masuk ke pasar domestik.
Perdagangan (trade)  lebih sering diartikan sebagi perdagangan antar negara, kebijakan perdagangan (trade policy) sangat dipengaruhi oleh  kebijakan produksi dan pemasaran dalam negeri dan sangat berkaitan dengan kebijakan harga, yang dapat mendukung petani dalam memproduksi tanamannya.
Tujuan kebijakan perdagangan komoditas pertanian dapat berbeda-beda tergantung pada jenis komoditasnya. Kebijakan tarif impor atau hambatan-hambatan non-tarif misalnya bertujuan untuk melindungi komoditas substitusi impor. Kebijakan pajak ekspor atau kebijakan pembatasan ekspor terhadap barang ekspor bertujuan agar kebutuhan dalam negeri dapat tercukupi atau mencegah kenaikan harga komoditas tersebut di dalam negeri. Kebijakan perdagangan dalam negeri biasanya bertujuan untuk memperlancar atau menghambat pemasaran komoditas antar daerah.
Kebijakan harga terhadap komoditas pertanian umumnya bertujuan:
a.       Meningkatkan harga domestik, pendapatan petani dan pemerataan pendapatan
b.      Menstabilkan harga dan mencukupi kebutuhan bahan baku agroindustri
c.       Meningkatkan swasembada sehingga mengurangi ketergantungan pada impor
d.      Menghemat devisa dan memperbaiki neraca pembayaran
e.       Menjaga kestabilan politik
f.       Memperbaiki alokasi sumberdaya domestik sehingga dicapai pertumbuhan ekonomi secara efisien
Untuk komoditas pangan seperti padi, jagung dan kedelai, kebijakan pemerintah yang sering adalah kebijakan harga dasar, stabilisasi harga dalam negeri dan perdagangan.

Kebijakan Stabilisasi Harga dan Impor
Untuk menstabilkan harga barang pertanian  di dalam negeri, BULOG melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran. Tujuannya adalah untuk menjamin ketersediaan barang tersebut didalam nergri.  Misalnya kedelai yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan dalam pembuatan tahu dan tempe, pemerintah juga melakukan impor kedelai untuk menghindari kekurangan kebutuhan kedelai, semakin banyak impor kedelai menyebabkan jumlah kedelai dalam negri bertambah. Sehingga BULOG mewajibkan para pembuat tahu dan tempe membeli kedelai dari BULOG tetapi kenyataannya hal itu tidak berjalan dengan baik. Alasannya adalah karena harga kedelai impor lebih murah dari kedelai lokal. Kebijakan perdagangan internasional yang lain adalah pengenaan tarif ad-valorem untuk impor kedelai. Tarif tersebut dimulai sejak 1974 sebesar 30% yang dipertahankan sampai tahun 1980. Sejak tahun 1981 sampai tahun 1993 tarif impor kedelai diturunkan menjadi 10% dan kemudian menjadi 5% pada tahun 1994 sampai 1996. Pada tahun 1997 tarif tersebut diturunkan lagi menjadi 2.5% dan akhirnya tarif impor kedelai ditiadakan mulai tahun 1998 sampai sekarang. Penghapusan tarif impor  barang pertanian ini karena tidak efektif karena  pada saat tarif impor menurun, nisbah harga konsumen terhadap harga paritas malah meningkat. Dengan perkataan lain konsumen membayar lebih tinggi dari yang seharusnya.

TINGKAT PROTEKSI DAN DAMPAK DEREGULASI
Misalnya pada tanaman kedelai, produktifitas kedelai didaerah jawa masih rentan yang menyebabkan usahatani dalam memproduksi kedelai menjadi tidak kompratif, sehingga pemerintah harus memberikan perlindungan produsen kedelai baik dari segi harga keluaran dan harga masukan, sehingga petani dapat terus memproduksi tanaman kedelai yang bertujuan untuk mengurangi impor kedelai dari luar negri. Hasil penelitian Rusastra (1996) menunjukkan bahwa produksi kedelai di Jawa tidak memiliki keunggulan komparatif untuk tujuan substitusi impor (IS) atau untuk perdagangan antar daerah (IR), apalagi kalau untuk tujuan ekspor (EP). Usahatani kedelai di luar Jawa memiliki keunggulan komparatif marginal untuk tujuan perdagangan antar daerah (IR) dan atau substitusi impor (IS) tetapi tidak memiliki keungulan komparatif untuk tujuan ekpor (EP) kecuali di Sulawesi.
Dalam mengestimasi dampak deregulasi, Erwidodo dan Hadi (1999) menganalisis dampak penghapusan tarif impor kedelai 5 persen pada tahun 1995 (Pakmei) dengan konsep consumer surplus dan producer surplus. Fungsi permintaan dispesifikasikan sebagai fungsi dari harga kedelai tingkat pedagang besar, sementara fungsi penyediaan dispesifikasikan sebagai fungsi dari harga tingkat produsen, sehingga  penghapusan tarif tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dinikmati oleh konsumen.
Pemerintah menetapkan Kebijakan perdagangan kedelai terdiri dari
-          Penetapan harga dasar,
-          Penetapan tarif impor,
-          Pengaturan volume impor
-          Penetapan harga kedelai impor untuk pengguna di dalam negeri.
Tujuan utama kebijakan perdagangan tersebut adalah untuk menjaga kestabilan harga kedelai di dalam negeri pada tingkat yang cukup memberi insentif kepada petani untuk meningkatkan produksi dan sekaligus member insentif kepada pengrajin tahu tempe. Efisiensi pemasaran hanya dapat ditingkatkan kalau pemerintah dapat memperbaiki infrastuktur transportasi, mengembangkan system informasi harga, dan memperluas jangkauan terhadap kredit bagi mereka yang sedang atau
ingin masuk ke dalam bisnis pemasaran kedelai.


Daftar pustaka
Rusastra, I. Wayan; Reni Kustiari, dan Effendi Pasandaran, 1997. Dampak penghapusan
Subsidi Pupuk Terhadap Permintaan Pupuk dan Produksi Padi Nasional. Jurnal Agro Ekonomi 16(1&2). Oktober 1997.
Rusastra, I.W. (1991). Ekonomi Kedelai Nasional: Perspektif Dalam Mendukung Industri
Perunggasan. Poultry Indonesia, No 142.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar